Ma’asyiral muslimin rahimani warahimakumullah, kaum muslimin yang dimuliakan Allah Subhanahu wata’ala kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wata’ala yang telah memberikan kepada kita kenikmatan yang begitu luar biasa banyaknya, mulai dari kenikmatan kesehatan, kenikmatan keamanan, kenikmatan makanan, dan kenikmatan-kenikmatan yang jauh lebih besar daripada itu, seperti kenikmatan islam dan iman.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah Subhanahu wata’ala, kita sebagai manusia, Allah Subhanahu wata’ala memberikan kepada kita tabiat-tabiat kebiasaan-kebiasaan yang secara umum ada pada setiap manusia, yaitu tabiat manusia secara umum dia akan bahagia ketika mendapat keluasan, kemudahan, kelapangan, dan dia akan bersedih ketika mendapatkan kesusahan, sakit atau ujian-ujian yang lainnya.
Sehingga Allah subhanahu wata’ala mengingatkan di dalam Surat Yunus ayat yang ke 12.
وَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنْۢبِهٖٓ اَوْ قَاعِدًا اَوْ قَاۤىِٕمًا ۚفَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهٗ مَرَّ كَاَنْ لَّمْ يَدْعُنَآ اِلٰى ضُرٍّ مَّسَّهٗۗ كَذٰلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِيْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ - ١٢
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan.” (Yunus : 12)
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah Subhanahhu wa ta’ala, didalam ayat ini Allah Subhanahhu wa ta’ala mengkhabarkan kepada kita mengenai keadaan manusia yang mudah sekali melupakan kenikmatan-kenikmatan Allah Subhanahhu wa ta’ala, mudah sekali melupakan kebaikan-kebaikan yang telah diberikan kepada kita, mudah sekali dia untuk melupakan apa yang dia baru saja berdo’a kepada Allah Subhanahhu wa ta’ala. Seperti dalam ayat yang lain, dalam Surat Fussilat ayat 51.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُوْ دُعَاۤءٍ عَرِيْضٍ – ٥١
“tetapi apabia ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa” (Fussilat : 51)
Tetapi ketika ujian tersebut lewat, dia sembuh dari sakitnya, dia keluar dari kemiskinannya, dia keluar dari rasa susahnya, kemudian tiba-tiba dia bangga diri dan merasa kesembuhannya, kekayaannya, kesehatannya itu ia dapatkan dengan sebab usaha dia, dengan sebab jerih payah dia, dengan sebab kecerdasan dia.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala, dan di dalam Al Qur’an sangat banyak sekali. Allah subhanahu wa ta’ala memperingatkan hal-hal yang serupa seperti ini. Kenapa demikian, dikarenakan ketika kita tidak mensyukuri nikmat Allah subhanahu wata’ala, kesehatan, ataupun berupa keamanan ataupun berupa harta yang kita miliki, atau berupa kemudahan-kemudahan yang lainnya,kita tidak bersyukur atas perkara tersebut, maka itu adalah barometer dari keimanan kita, itu adalah sebuah tolak ukur untuk kita mengetahui kadar iman kita. Apakah tinggi imannya, apakah rendah imannya.
Sehingga kaum muslimin yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala, tentunya kita masing-masing bisa menghitung-hitung sendiri atas diri kita.
بَلِ الْاِنْسَانُ عَلٰى نَفْسِهٖ بَصِيْرَةٌۙ - ١٤
“Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri.” (Al-Qiyamah : 14)
Bahkan setiap manusia itu lebih tau kadar dirinya sendiri, lebih tau keadaan dirinya sendiri, lebih tau kesalahan-kesalahan dirinya sendiri, walaupun dia menyampaikan berbagai macam alasan dihadapan umum, tetapi dia sendiri yang paling tau dirinya salah, dia sendiri yang paling tau dia banyak dosa, banyak kekeliruan, banyak kurang mensyukuri nikmat. Sehingga dengan itu hendaknya kita bisa muhasabah atas diri-diri kita wahai kaum muslimin yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala, kenapa kita perlu ingatkan dari semenjak kecil ini, karena telah banyak kisah, yang sering terulang-ulang kita dengar, kisah fir’aun, kisah Haman, kisah Qorun, yaitu kaumnya Nabi Musa ‘alaihissalam. Qorun adalah kaumnya Nabi Musa ‘alaihissalam dulu adalah orang yang shaleh, orang yang beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan dia meminta kepada Nabi Musa ‘alaihissalam untuk berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala. “Nabi Musa do’akanlah aku kepada Allah subhanahu wa ta’ala supaya aku kaya”. Rupanya ketika Allah subhanahu wa ta’ala berikan kekayaan kepada dia, itu pun dia tanpa usaha, itu pun dia cuma meminta untuk dido’akan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam yang ada di hadapannya masih hidup, Nabi Musa ‘alaihissalam pun berdo’a, dan do’a Nabi tidak akan tertolak, dan Allah berikan kekayaan yang luar biasa kepada Qorun, tetapi ketika dia sudah mendapatkan kekayaan, keuasaan yang luar biasa hampir menyaingi kekayaan daripada Fir’aun, maka dia pun sombong, congkak tidak mau beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala lagi, tidak mau bersedekah lagi, tidak mau dia sujud dihadapan Allah subhanahu wa ta’ala padahal ketika miskin dia rajin beribadah, ketika miskin dia rajin untuk bershodaqoh, tetapi ketika kaya menjadi sombong, menjadi kikir, dan melawan Nabi Musa ‘alaihissalam.
Demikian pula sebelumnya Fir’aun, dan Haman yang Nabi Musa ‘alaihissalam berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
وَقَالَ مُوْسٰى رَبَّنَآ اِنَّكَ اٰتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَاَهٗ زِيْنَةً وَّاَمْوَالًا فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ - ٨٨
“Dan Musa berkata, “Ya Tuhan kami, Engkau telah memberikan kepada Fir‘aun dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia." (Yunus : 88)
Mereka berhasil membangun gedung yang belum pernah zaman sekarang pun bisa membuat seperti mereka dengan teknologi yang sangat kuat dan canggih yang mereka miliki yang kitapun belum memliki teknologi seperti mereka,mereka bangga, mereka sombong.
رَبَّنَا لِيُضِلُّوْا عَنْ سَبِيْلِكَ ۚرَبَّنَا اطْمِسْ عَلٰٓى اَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْا حَتّٰى يَرَوُا الْعَذَابَ الْاَلِيْمَ - ٨٨
“Ya Tuhan kami, (akibatnya) mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Tuhan, binasakanlah harta mereka, dan kuncilah hati mereka, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat azab yang pedih.” (Yunus : 88)
Yaitu sampai kematian dihadapan matanya, yaitu ketika Nabi Musa ‘alaihissalam membawa bani Israil mengarungi lautan, maka Fir’aun dan bala tentaranya itu dengan congkak dan sombongnya dengan bala tentara yang begitu lengkap mengejar pengikut daripada Nabi Musa ‘alaihissalam.
حَتّٰىٓ اِذَآ اَدْرَكَهُ الْغَرَقُ– ٩٠
“Sehingga ketika Fir‘aun hampir tenggelam.” (Yunus : 90)
Allah subhanahu wa ta’ala yang tadi bukakan lautan bagi Nabi Musa ‘alaihissalam dan pengikutnya tiba-tiba ketika Fir’aun ditengah, Nabi Musa ‘alaihissalam dan pengikutnya sudah menyeberang tiba-tiba lautan tersebiut menutup kembali dan menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya.
Ketika Fir’aun itu tenggelam, maka Fir’aun itu mengatakan :
اٰمَنْتُ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا الَّذِيْٓ اٰمَنَتْ بِهٖ بَنُوْٓا اِسْرَاۤءِيْلَ وَاَنَا۠ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ – ٩٠
“Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang Muslim (berserah diri).” (Yunus : 90)
Karena agamanya Nabi Musa ‘alaihissalam adalah islam yang didakwah’kan kepada bani israil adalah islam, maka Fir’aun menyatakan dirinya masuk islam dia bersyahadat dan menyatakan diri masuk islam, kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menjawab:
اٰۤلْـٰٔنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ - ٩١
“Mengapa baru sekarang (kamu beriman), padahal sesungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu, dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan.” (Yunus : 91)
Jadi kaum muslimin yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala, akhir kata daripada Fir’aun adalah Laailahailallah, akhir kata daripada Fir’aun adalah ucapan aku masuk islam, tetapi ucapan tersebut diucapkan ketika dia sudah melihat kematian dihadapannya, ketika dia kelihat dua malaikat sudah mau mencabut nyawanya yaitu ketika nyawa sudah sampai dikerongkongannya dia baru mengatakan demikian maka terlabat bagi dia, imannya tidak akan dianggap, taubatnya tidak akan dianggap, islamnya tidak dianggap oleh Allah subhanahu wa ta’ala, bahkan Allah subhanahu wa ta’ala katakan seletah itu:
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيْكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُوْنَ لِمَنْ خَلْفَكَ اٰيَةً ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ عَنْ اٰيٰتِنَا لَغٰفِلُوْنَ - ٩٢
“Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami.” (Yunus : 92)
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala, demikianlah bagaimana berawal dari tidak bersyukur atas kenikmatan, berawal kita tidak mensyukuri sehat, tidak mensyukuri mudahnya pekerjaan, kemudahan-kemudahan yang kita dapatkan untuk beribadah kepada Allah kemudian akhirnya timbul kesombongan dan kecongkakan dengan kekayaan yang dia miliki, dengan kecerdasan yang dia miliki yang akhirnya justru dia binasa dengan itu dan imannya dia nyatakan, islamnya dia nyatakan ketika taubat sudah ditutup, yaitu ketika nyawa sudah sampai dikerongkongan, ketika dia sudah melihat malaikat pencabut nyawa dihadapannya, maka taubat tidak akan bermanfaat bagi dia, walaupun diaucapkaan Laailahailallah, walaupun dia ucapkan dia masuk islam, walaupun dia ucapkan aku minta ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi pintu taubat sudah tertutup, maka jangan sampai demikian wahai kaum muslimin.Mumpung kita masih bernafas, hidup, dan nyawa belum sampai di kerongkongan banyak-banyaklah bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, beristighfar kepada Allah, dan mensyukuri kenikmatan yang telah lalu diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada kita, Wallahu ta’ala ‘alambisshowab.
KHUTBAH KEDUA
Ma’asyiral muslimin rahimani warahimakumullah, dari pembahasan pada khutbah yang pertama tadi ada satu pelajaran penting bagi kita, yaitu untuk kita pandai-pandai mensyukuri kenikmatan Allah, dengan mensyukuri kenikmatan Allah subhanahu wa ta’ala, Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan kenikmatan yang berlipat-lipat lagi, dengan kita mensyukuri nikmat sehat, Allah subhanahu wa ta’ala akan berikan kesehatan, dengan kita mensyukuti nikmat harta Allah subhanahu wa ta’ala akan berikan kekayaan harta yang melimpah ruah, dan apabila kita mensyukuri kenikmatan Allah subhanahu wa ta’ala berupa iman dan islam, maka kita pun akan ditambah islamnya ditambah imannya, sehingga kita mati dalam keadaan islam dan iman.
Kalau seseorang tidak menjaga syukurnya, tidak berusaha mensyukuri justru dia sombong dengan apa yang dia miliki padahal itu adalah titipan Allah subhanahu wa ta’ala, padahal itu adalah pemberian Allah subhanahu wa ta’ala, maka kalau dia terus demikian, maka dia pun akan mati diatas penderitaan seperti matinya fir’aun.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala, bagi orang yang beriman musibah bisa menjadi sebuah kebaikan bagi dia, bahkan rasa sakit bagi orang-orang yang beriman walaupun itu adalah musibah, tetapi dia yakin musibah tersebut adalah pahala yang besar bagi orang-orang yang beriman. Kita tutup dengan sebuah hadist yang sering kita ucapkan, sering kita sampaikan.
Rasulullah ﷺbersabda :
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan setiap mukmin, semua urusannya adalah baik. Hal itu tidak dimiliki selain oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur, itu adalah kebaikan baginya. Apabila ditimpa kemalangan, dia bersabar, itu kebaikan pula baginya.”(HR. Bukhori dan Muslim)
Tidak lah berkumpul Antara syukur dan sabar pada diri seseorang kecuali pada diri orang yang beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka bersyukurlah, bersabarlah semua kita milik Allah subhanahu wa ta’ala akan kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan ketika nanti kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala kita akan diberi pahala atas kebaikan kita dan akan mempertanggung jawabkan semua apa yang pernah kita lakukan didunia ini.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menutup usia kita dengan husnul khitomah, dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala mengampuni dosa-dosa kita, dosa yang besar dan dosa yang kecilnya, dosa yang lalu sekarang dan yang akan datangnya.